Beberapa dari 10 Sukhoi yang memperkuat Skuadron Udara 11 Makassar (20 Sept 2010) |
Kabar baik untuk pertahanan udara Indonesia muncul dari rencana kerjasama Indonesia dan Korea memproduksi pesawat jet tempur KFX. Kerjasama tersebut melibatkan peran Indonesia sebesar 20 persen untuk membiayai ongkos produksi yg diperkirakan mencapai USD 8 milliar. Sekitar 50 pesawat jet KFX yang dirancang lebih hebat dari F-16 akan memperkuat armada TNI AU dari kerjasama ini. Perlu Armada Udara yang Kuat Sebagai negara kepulauan, RI sangat memerlukan armada pesawat tempur yang memadai. Sedikit melongok ke belakang, RI sebetulnya pernah menjadi negara yang sangat kuat di udara dengan dukungan pesawat tempur mutakhir di zamannya. Zaman keemasan TNI AU (dahulu AURI) tercapai di tahun 1960-an
dengan keberadaan pesawat-pesawat buatan Soviet yang menggentarkan blok Barat. Sebut saja pesawat bomber jenis Tupolev TU-16. Saat itu Indonesia memiliki 24 unit bomber TU-16. 12 unit adalah jenis pembom dan 12 unit lagi khusus untuk membawa rudal anti kapal permukaan.
dengan keberadaan pesawat-pesawat buatan Soviet yang menggentarkan blok Barat. Sebut saja pesawat bomber jenis Tupolev TU-16. Saat itu Indonesia memiliki 24 unit bomber TU-16. 12 unit adalah jenis pembom dan 12 unit lagi khusus untuk membawa rudal anti kapal permukaan.
Keberadaan pesawat bomber dalam sejumlah itu menempatkan Indonesia dalam jajaran hanya 4 (empat!!) negara yang mengoperasikan bomber saat itu yaitu USA, Australia, Inggris dan Rusia. Selain Operasi Trikora dan Dwikora, salah satu legenda TU-16 Indonesia adalah berhasil menyusup ke tengah benua Australia dan menjatuhkan makanan kaleng di Alice Spring.
Ditahun 60-an pula, kekuatan AURI didukung pula oleh helicopter raksasa Mi-6 yang merupakan helicopter militer terbesar saat itu (rekornya baru pecah tahun 80-an). Terdapat pula sejumlah pesawat jet Mig-21 yang membuat militer Indonesia sangat disegani di kawasan Asia. Perubahan rezim setelah peristiwa 30 September 1965 berhasil meredam Indonesia, termasuk kejayaan di udara. Saat akan melakukan pembelian F-86 Sabre dan T-33 T-Bird dari USA, terdapat kesepakatan untuk menghentikan pengoperasian TU-16. Secara berangsur TU-16 ditarik ke pinggir lapangan dan dihentikan pemakaiannya pada tahun 1970.
Nasib kekuatan TNI AU pun merosot. Apalagi setelah adanya embargo USA atas pengadaan dan pembelian suku cadang yang sangat diperlukan F-16 Indonesia. Pembelian F-16 dari USA terakhir dilakukan 1989. Pesawat jet tempur baru mampu dibeli 14 tahun kemudian dengan membeli Sukhoi dari Rusia. Itupun tanpa senjata.
Sukhoi Su-27, salah satu tipe Sukhoi yang memperkuat TNI AU
Data saat ini menunjukkan bahwa dari 113 pesawat tempur Indonesia yang dapat dioperasikan hanya 55 unit (48%) sebagai berikut: Sukhoi Su27SK/Su30MK 7 unit, Hawk MK109 22 unit, Hawk MK53 8 unit, dan F-5E/F 10 unit. Itupun dengan kenyataan bahwa banyak diantaranya yang sudah cukup tua dan selayaknya diganti.
Menghadapi tantangan pengamanan wilayah udara Indonesia, rasanya kita sepakat dengan visi yang dicanangkan TNI AU yaitu menjadi first class air force. Suatu visi yang terdengar mengada-ada ditengah alutsista TNI AU yang sangat minim. Namun visi tetaplah semangat yang menjadi tujuan suatu organisasi. Apalagi sejarah jelas mencatat bahwa AURI sempat masuk jajaran elit Angkatan Udara dunia.
Pesawat jet KFX, bisa jadi menjadi awal yang baik untuk membangun kembali suatu armada TNI AU yang mumpuni. Bila rencana ini berjalan baik, kita perlu menyikapinya pula sebagai jalan untuk alih teknologi sehingga dimasa mendatang Indonesia mampu memproduksi pesawat tempur.
KFX sebagai Alternatif
Pesawat jet tempur KFX sendiri sebetulnya merupakan proyek lama Republic of Korea Air Force (ROKAF). Proyek ini digagas presiden Korea Kim Dae Jung pada bulan Maret 2001 untuk menggantikan pesawat-pesawat yang lebih tua seperti F-4D/E Phantom II dan F-5E/F Tiger. Dibandingkan F-16, KFX diproyeksi untuk memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistim avionic yang lebih baik serta kemampuan anti radar (stealth).
Korea sendiri diperkirakan telah memiliki kemampuan 63% untuk memproduksi KFX. Karena itu, dijalin kerjasama dengan sejumlah pihak seperti Saab, Boeing andLockheed Martin untuk memproduksi pesawat berbiaya kurang lebih $50 juta per unit ini. Peran Indonesia sebesar 20% diharapkan bukan hanya soal pendanaan, tetapi juga peran supply komponen sehingga terjadi proses alih teknologi.
Tentu saja yang paling siap dalam hal ini adalah PT Dirgantara Indonesia(PT DI).PT DI sudah bisa memproduksi pesawat kok. Beberapa negara saat ini merupakan pengguna produk PT DI seperti CN-235, termasuk Korea Selatan sendiri. Data Kementerian Pertahanan menunjukkan setidaknya 8 unit CN-235 versi militer dioperasikan oleh AU Korea Selatan. Semoga kerjasama ini dapat memberdayakan para ahli yang ada untuk selangkah lagi menuju produsen pesawat tempur. Semangat Indonesia!!
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar