Ditulis
oleh Fadjar Nugroho
Persiapan
menjadi penerbang
Sebelum membahas tentang syarat-syarat menjadi penerbang perlu diketahui beberapa lisensi/ surat ijin yang dipegang oleh seorang penerbang. Seperti halnya surat ijin mengemudi kendaraan bermotor, lisensi penerbang mempunyai beberapa kategori yang berbeda dengan hak yang berbeda pula.
Setiap penerbang perlu melakukan tes tulis dan tes terbang untuk setiap lisensi yang diambil. Tes terbang juga biasanya terdiri dari interview untuk menilai pengetahuan penerbang. Tes terbang ini dikenal dengan nama check ride.
- SPL: Student Pilot License. Digunakan oleh siswa penerbang untuk berlatih menerbangkan pesawat. Di USA, tidak ada SPL. Untuk terbang dengan instruktur tidak ada batasan artinya tidak memerlukan lisensi apapun, tapi untuk dapat terbang solo (tanpa instruktur) dibutuhkan class 3 medical certificate.
- PPL: Private Pilot License. Adalah lisensi pertama yang didapat oleh seorang penerbang. Dengan lisensi ini dia dapat terbang dengan membawa penumpang dengan keterbatasan tidak boleh menerima bayaran. Lisensi ini seperti halnya SIM A bagi pengemudi mobil. Minimum jam terbang untuk mendapatkan PPL adalah 40 sampai 60 jam terbang tergantung peraturan negara tersebut.
- CPL: Commercial Pilot License. Lisensi ini didapat setelah mendapatkan PPL. Dengan lisensi ini seorang penerbang dapat menjadi penerbang profesional yang menerima bayaran untuk pekerjaannya sebagai penerbang. Biasanya dibutuhkan sekitar 140 sampai dengan 250 jam terbang untuk mendapatkan lisensi ini tergantung peraturan negara tersebut.
- Instrument Rating: Rating ini adalah tambahan bagi PPL atau CPL untuk menerbangkan pesawat dengan hanya berorientasikan instrumen. Gunanya untuk terbang dengan jarak pandang yang rendah dan terbang dengan ketinggian yang tidak memungkinkan untuk melihat daratan sebagai acuan. Biasanya seorang penerbang tidak diperkenankan menerbangkan pesawat jet tanpa instrument rating.
- ATPL: Airline Transport Pilot License. Lisensi ini diperlukan untuk menjadi commander/captain di pesawat penumpang dengan berat tertentu. Di Indonesia menurut CASR 121 rev 2 pada saat artikel ini ditulis adalah untuk pesawat di atas 3,409 kilograms (7,500 pounds) atau untuk pesawat dengan konfigurasi kursi penumpang 30 atau lebih. Ada juga 20000 kg atau 12500 kg di beberapa negara. Untuk mendapatkan ATPL harus mempunyai CPL, 1st class medical certificate (sertifikat kesehatan kelas satu) dan memiliki 1500 jam terbang.
- Frozen ATPL: Untuk mendapatkan ATPL seorang penerbang harus mempunyai minimum 1500 jam terbang. Sedangkan frozen ATPL adalah sertifikat yang menyatakan bahwa penerbang yang bersangkutan sudah lulus semua pelajaran ATPL, hanya tinggal menunggu jam terbang mencapai 1500 jam. Di USA atau Indonesia contohnya, tidak ada istilah frozen ATPL, tapi penerbang dapat mengambil test tulis ATPL (ATP written test), yang hasilnya berlaku selama 2 tahun. Jika dalam 2 tahun penerbang tersebut tidak mencapai 1500 jam terbang atau tidak melakukan test terbang (check ride) untuk ATPL maka hasil tes tulis tersebut akan hangus.
- Type rating: Setiap pesawat mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga dibutuhkan tambahan pelatihan dan ijin terbang untuk setiap tipe pesawat yang akan diterbangkan. Sertifikat/Ijin menerbangkan sebuah tipe pesawat ini disebut type rating
Sehingga
seorang kapten penerbang Airbus A330 pada sebuah maskapai penerbangan
berjadwal seperti Garuda Indonesia misalnya, akan/harus mempunyai
ATPL dengan Instrument Rating dan sebuah Type Rating pesawat A330 di
lisensinya beserta sebuah sertifikat kesehatan kelas satu.
Lisensi minimum untuk bekerja
Lisensi
minimum untuk bisa menerbangkan pesawat dengan dibayar secara
profesional adalah CPL.
Pendidikan SMA/SMK IPA/IPS Bahasa dll
Menurut
peraturan untuk menjadi seorang penerbang profesional dan untuk
mendapatkan lisensi ATPL, seorang calon penerbang harus lulus High
School/SMA atau sederajat (SMK dll). Tidak ada keharusan untuk lulus
dari jurusan tertentu seperti IPA atau yang lainnya. Untuk lisensi
PPL tidak harus lulusan SMA. Jadi untuk CPL/ATPL semua
jurusan asal lulusan SMA/SMK dapat menjadi penerbang.
Jika
ada sekolah penerbang hanya menerima lulusan SMA IPA, itu adalah
kebijakan sekolah penerbangan tersebut, bukan berasal dari peraturan
penerbangan. Di Indonesia biasanya ada tes masuk berupa Matematika,
Fisika dan Bahasa Inggris.
Lama Pendidikan Penerbang
Lama
pendidikan untuk lisensi CPL berkisar antara 8 bulan sampai 18 bulan.
Pendidikan mencakup belajar di kelas dan terbang dengan pesawat.
Variasi dari lama pendidikan ini tergantung dari ketersediaan
pesawat, kondisi cuaca dan banyaknya jam terbang minimum yang harus
diselesaikan. Normalnya adalah 150 sampai 200 jam terbang tergantung
peraturan dari negara tempat belajar.
Umur
Menurut
peraturan penerbangan Indonesia CASR 61 pada saat tulisan ini
diterbitkan, umur untuk mendapatkan Student Pilot License (mulai
belajar menjadi siswa penerbang) adalah 16 tahun, PPL 17 tahun, CPL
adalah 18 tahun dan ATPL adalah 21 tahun.
Tidak
ada minimum umur untuk menjadi siswa penerbang di negara yang tidak
mengenal student pilot license, tapi di banyak negara, syarat untuk
terbang solo (terbang tanpa instruktur) adalah 15 tahun dan minimum
untuk mendapatkan PPL biasanya adalah 16/17 tahun, untuk CPL adalah
18 tahun, ATPL 21 tahun.
Sedangkan
umur maksimum untuk menjadi penerbang berbeda-beda setiap negara. Di
USA tidak ada batasan umur maksimum untuk PPL, sedangkan ATPL sebagai
kapten penerbangan komersial adalah 60 tahun. Di India atau beberapa
negara yang sedang kekurangan penerbang, batasannya telah dinaikkan
menjadi 65 tahun.
Kesehatan
Menjadi
seorang penerbang membutuhkan kesehatan yang baik. Di Indonesia
seorang penerbang harus menjalani pemeriksaan kesehatan setiap 6
bulan sekali. Setiap negara punya peraturan sendiri tentang
sertifikat kesehatan bagi penerbangnya.
Biasanya
sertifikat ini dinyatakan dalam kelas. Seperti kelas satu (first
class) untuk ATPL, kelas dua untuk PPL. Bukan berarti seorang
penerbang dengan lisensi PPL tidak boleh mendapatkan sertifikat kelas
satu, tapi untuk menjadi penerbang dengan lisensi PPL cukup hanya
dengan mendapatkan sertifikat kelas dua. Seorang siswa penerbang
dengan tujuan menjadi penerbang profesional selayaknya mendapatkan
sertifikat kelas satu untuk karirnya di masa depan.
Tinggi/berat badan, panjang kaki dan kesehatan mata
Ada
pandangan umum yang salah tentang dua hal ini. Pada dasarnya tidak
ada batasan tentang tinggi badan atau berat badan. Tapi untuk
menerbangkan pesawat komersial dibutuhkan panjang kaki dan tangan
normal yang dapat menjangkau tombol dan pedal kendali.
Ada
beberapa sekolah meminta panjang kaki minimal 1 meter, menurut
penulis adalah berlebihan karena tidak diharuskan dalam peraturan dan
pesawat-pesawat modern sekarang memiliki pedal rudder yang bisa
diatur jaraknya sehingga kaki dengan panjang kurang dari 1 meter bisa
menjangkaunya. Metode yang paling sempurna adalah mencoba langsung di
pesawat latih yang dimiliki sekolah tersebut apakah kaki calon
penerbang dapat mencapai pedal rudder dan dapat mengendalikannya.
Sebagai informasi panjang kaki penulis tidak sampai 1 meter dan saat
ini bekerja sebagai penerbang wide body Airbus A330. Tapi tidak ada
yang bisa menyalahkan jika sekolah tersebut meminta panjang kaki
minimal 1 m terutama untuk program beasiswa atau cadetship.
Di
negara-negara maju bahkan ada aturan perkecualian untuk orang cacat
dengan memodifikasi alat kendali mereka dapat berlatih dan memiliki
lisensi penerbang.
Sedangkan
seorang penerbang boleh memakai kacamata untuk memperbaiki
penglihatannya sampai batas-batas tertentu. Dokter penerbangan yang
tahu batas-batas ini. Jadi pandangan umum bahwa penerbang tidak boleh
sama sekali berkaca mata adalah salah. Setahu penulis, pada
saat tulisan ini dibuat operasi LASIK diperbolehkan.
Buta warna
Jika
anda buta warna, sejauh ini tidak diperbolehkan untuk menjadi
penerbang profesional. Masalahnya adalah lampu-lampu di kokpit,
landasan dan bandar udara pada umumnya memakai warna sebagai
pembedanya. Peta penerbangan (aeronautical chart) juga memakai
banyak warna. Di negara maju, ada kemungkinan penderita buta warna
sebagian (partial) untuk mendapatkan lisensi pilot PPL/SPL dengan
batasan-batasan seperti misalnya hanya boleh untuk terbang non
komersial siang hari. Anda bisa mencari tahu apakah anda buta warna
dengan mencari contoh-contoh gambar tes buta warna (contohnya
huruf tokek) di internet. Caranya cari di mesin pencari (google/yahoo
dll) dengan kata kunci "buta warna".
Gigi
Banyak
pertanyaan tentang gigi, baik gigi berlubang, gigi palsu maupun gigi
jarang. Selama keadaan gigi anda baik tanpa keluhan dan gigi yang
bolong sudah ditambal dengan baik maka tidak ada alasan untuk menjadi
penerbang. Tapi tentunya ada batasan mengenai gigi bolong ini.
Mengenai
gigi palsu dan gigi bolong sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter
penerbangan yang ada di Balai Kesehatan Penerbang di Kemayoran untuk
mengetahui apakah menggunakan gigi palsu dibolehkan dalam kesehatan
penerbangan. Begitu juga dengan batasan gigi bolong baik yang sudah
atau belum ditambal.
Beasiswa/cadetship
Semua
ketentuan di atas adalah umum dan tidak berlaku untuk penerimaan
beasiswa atau cadetship, misalnya dari beasiswa sebuah airline
atau penerimaan TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Syarat-syaratnya akan lebih berat dan lebih tinggi dari ketentuan
peraturan penerbangan karena institusi-institusi ini ingin yang
terbaik untuk menjadi penerbangnya. Jadi jangan heran jika misalnya
ada syarat minimum tinggi badan atau tidak boleh berkaca mata dll.
Link untuk daftar sekolah penerbang di Indonesia: klik disini
Link untuk daftar sekolah penerbang di Indonesia: klik disini
SUMBER : Ilmuterbang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar